Puisi baru
Puisi baru adalah jenis puisi yang tidak terlalu terikat kepada ketentuan jumlah baris, suku kata maupun rima. Bentuk puisi baru lebi bebas bila dibandingkan dengan puisi lama.[1] Puisi baru terbentuk di dalam masyarakat baru yang telah mengalami akulturasi budaya.[2] Puisi baru masih mempertahankan penggunaan irama, bunyi dan isi di dalam penulisan puisi. Bentuk puisi lama yang disesuaikan dengan puisi baru ialah pantun yang menggunakan irama pada baris pertama dan penyampaian pikiran pada dua bari berikutnya.[3]
Perkembangan[sunting | sunting sumber]
Puisi baru lahir dari masyarakat baru yang memiliki percampuran kebudayaan timur dan kebudayaan barat. Percampuran budaya ini terjadi akibat interaksi sosial dan hubungan internasional yang terjadi antara kedua kebudayaan. Dalam prosesnya, kebudayaan barat memberikan pengaruh terhadap kebudayaan timur. Pengaruh ini berkaitan dengan perubahan pikiran dan anggapan masyarakat terhadap keberadaan adat. Perubahan pola pikir di dalam masyarakat kemudian menciptakan masyarakat baru yang tidak terlalu terikat dengan aturan adat. Masyarakat baru kemudian membentuk kebudayaan baru termasuk kesusastraan. Pembentukan kesusastraan baru kemudian menciptakan berbagai jenis puisi baru.[2]
Ciri khas[sunting | sunting sumber]
Penulisan puisi baru berkembang secara lisan dan tulisan sehingga nama penulis puisinya telah dicantumkan di tiap penulisannya. Puisi baru tidak terikat oleh berbagai aturan-aturan seperti rima, jumlah baris dan suku kata serta menggunakan majas yang dinamis atau berubah-ubah. Isi puisi baru berkaitan tentang kehidupan dan penyampaiannya memakai sajak pantun dan syair. Penulisan puisi baru memiliki bentuk yang lebih rapi dan simetris serta memiliki rima akhir yang teratur. Tiap barisnya disusun dengan kesatuan sintaksis.[4] Di Indonesia, sastrawan angkatan pujangga baru mulai menggunakan puisi baru sebagai acuan karya-karyanya. Revolusi karya yang diusung adalah modernisasi dengan perbandingan sebagai bahasa kiasan yang dominan, diksi yang digunakan sangat indah, hubungan antar kalimat sangat jelas tidak menimbulkan makna ganda (ambigu) dan mengekspresikan perasaan atau pelukisan alam yang tentram.[5]
Unsur[sunting | sunting sumber]
- Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi.
- Larik atau baris mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frasa, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata pada sebuah larik biasanya empat buah, tapi pada puisi baru tidak ada batasan.
- Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis.
- Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) merupakan bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Irama (ritme) berbentuk pergantian tinggi rendahnya bunyi, panjang pendek bunyi dan keras lembut ucapan bunyi.
- Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
- Rima adalah persamaan atau pengulangan bunyi.
- Irama sama dengan rima. Irama diartikan sebagai alunan yang terjadi karena pengulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi.[6]
Jenis[sunting | sunting sumber]
Bentuk[sunting | sunting sumber]
- Distikon (sajak dua seuntai), artinya sajak yang terdiri atas dua baris kalimat dalam setiap baitnya.
- Terzina (sajak tiga seuntai), artinya setiap baitnya terdiri alas tiga buah kalimat.
- Quatrain (sajak empat seuntai), artinya setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat.
- Quint (sajak lima scuntai), artinya setiap baitnya terdiri atas lima bariss.
- Sektet (sajak enam seuntai), artinya terdiri atas enam buah kalimat dalam setiap baitnya.
- Septima (sajak tujuh seuntai), artinya setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat.
- Stanza (sajak delapan seuntai), artinya terdiri atas delapan kalimat.
- Soneta (sajak empat belas seuntai), artinya sajak yang terdiri atas empat bait (2 bait pertama masing-masing terdiri atas empat baris, 2 bait terakhir masing-masing terdiri atas 3 baris.
- Puisi bebas, yaitu puisi yang tidak terikat oleh beberapa aturan khusus, yaitu jumlah baris setiap bait, jumlah suku kata setiap baris, sajak, irama, rima, dan pilihan kata (diksi).[7]
Isi[sunting | sunting sumber]
- Balada adalah puisi yang berisi kisah orang-orang perkasa, idola, atau orang-orang yang menjadi pusat perhatian.[8] Balada ditulis sepanjang 3 bait. Masing-masing bait terdiri dari 8 baris. Pola rima awal yang digunakan dalam balada ialah a-b-a-b-b-c-c-b. Setelahnya, pola rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Pada bait pertama di baris terakhir digunakan pengulangan baris dalam bait-bait selanjutnya.[9]
- Himne adalah puisi yang berisi pemujaan. Tokoh yang umum dipuja di dalam ode yaitu Tuhan, tanah air, atau pahlawan.[10]
- Ode adalah puisi penghormatan atas jasa seseorang. Isi dari ode adalah sanjungan atau pujian terhadap seseorang, sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Tokoh yang diceritakan di dalam ode merupakan tokoh-tokoh yang dikagumi oleh masyarakat luas.[11] Gaya bahasa dan nada yang digunakan bersifat resmi. Bunyi yang disajikan dalam pembacaannya sangat anggun. Kandungan isi di dalam himne membahas tentang sesuatu yang mulia.[12]
- Epigram adalah puisi yang berisi pedoman hidup.[11]
- Roman adalah puisi yang memberikan perasaan cinta kasih. Penulisan roman menggunakan bahasa yang romantis. Cerita yang disampaikan di dalam roman berupa percintaan yang berhubungan dengan pertentangan dan petualangan kesatria. Kehidupan kesatria diungkapkan secara mempesona.[13] Dalam roman, kehidupan tokoh diceritakan secara lengkap dari masa kecil hinga akhir hayatnya.[14]
- Elegi adalah puisi yang berisi perasaan sedih akibat duka yang diratapi.[15]
- Satire adalah puisi yang isinya mengandung sindiran atau kritik. Pesan yang ingin diungkapkan didalam satire ialah ketidakpuasan penyair terhadap suatu keadaan. Pengungkapan perasaan dilakukan dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan baru yang berkebalikan dengan keadaan yang sebenarnya.[16]
- Puisi esai adalah perpaduan antara dua jenis pemikiran yaitu puisi dan esai.[17] Gagasan mengenai puisi esai pertama kali dikemukakan oleh Denny Januar Ali dan diwujudkannya pada tahun 2012 melalui buku berjudul Atas Nama Cinta.[18] Sebuah karya tulis dapat disebut sebagai puisi esai apabila telah memenuhi empat kriteria, yaitu sisi batin dan sisi kehidupan kemanusiaan tokoh utama tergambar dengan jelas, tata bahasanya indah dan mudah dipahami, pengalaman batin dan fakta sosial dikemukakan melalui catatan kaki dan menyajikan data dan fakta sosial yang mampu membuat pembaca memahami kondisi tokoh utama dalam cerita.[19]