Selasa, 22 November 2022

Puisi baru

 

Puisi baru

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Puisi baru adalah jenis puisi yang tidak terlalu terikat kepada ketentuan jumlah barissuku kata maupun rima. Bentuk puisi baru lebi bebas bila dibandingkan dengan puisi lama.[1] Puisi baru terbentuk di dalam masyarakat baru yang telah mengalami akulturasi budaya.[2] Puisi baru masih mempertahankan penggunaan iramabunyi dan isi di dalam penulisan puisi. Bentuk puisi lama yang disesuaikan dengan puisi baru ialah pantun yang menggunakan irama pada baris pertama dan penyampaian pikiran pada dua bari berikutnya.[3]

Perkembangan[sunting | sunting sumber]

Puisi baru lahir dari masyarakat baru yang memiliki percampuran kebudayaan timur dan kebudayaan barat. Percampuran budaya ini terjadi akibat interaksi sosial dan hubungan internasional yang terjadi antara kedua kebudayaan. Dalam prosesnya, kebudayaan barat memberikan pengaruh terhadap kebudayaan timur. Pengaruh ini berkaitan dengan perubahan pikiran dan anggapan masyarakat terhadap keberadaan adat. Perubahan pola pikir di dalam masyarakat kemudian menciptakan masyarakat baru yang tidak terlalu terikat dengan aturan adat. Masyarakat baru kemudian membentuk kebudayaan baru termasuk kesusastraan. Pembentukan kesusastraan baru kemudian menciptakan berbagai jenis puisi baru.[2]

Ciri khas[sunting | sunting sumber]

Penulisan puisi baru berkembang secara lisan dan tulisan sehingga nama penulis puisinya telah dicantumkan di tiap penulisannya. Puisi baru tidak terikat oleh berbagai aturan-aturan seperti rima, jumlah baris dan suku kata serta menggunakan majas yang dinamis atau berubah-ubah. Isi puisi baru berkaitan tentang kehidupan dan penyampaiannya memakai sajak pantun dan syair. Penulisan puisi baru memiliki bentuk yang lebih rapi dan simetris serta memiliki rima akhir yang teratur. Tiap barisnya disusun dengan kesatuan sintaksis.[4] Di Indonesia, sastrawan angkatan pujangga baru mulai menggunakan puisi baru sebagai acuan karya-karyanya. Revolusi karya yang diusung adalah modernisasi dengan perbandingan sebagai bahasa kiasan yang dominan, diksi yang digunakan sangat indah, hubungan antar kalimat sangat jelas tidak menimbulkan makna ganda (ambigu) dan mengekspresikan perasaan atau pelukisan alam yang tentram.[5]

Unsur[sunting | sunting sumber]

  • Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi.
  • Larik atau baris mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frasa, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata pada sebuah larik biasanya empat buah, tapi pada puisi baru tidak ada batasan.
  • Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis.
  • Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) merupakan bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Irama (ritme) berbentuk pergantian tinggi rendahnya bunyi, panjang pendek bunyi dan keras lembut ucapan bunyi.
  • Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
  • Rima adalah persamaan atau pengulangan bunyi.
  • Irama sama dengan rima. Irama diartikan sebagai alunan yang terjadi karena pengulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi.[6]

Jenis[sunting | sunting sumber]

Bentuk[sunting | sunting sumber]

  • Distikon (sajak dua seuntai), artinya sajak yang terdiri atas dua baris kalimat dalam setiap baitnya.
  • Terzina (sajak tiga seuntai), artinya setiap baitnya terdiri alas tiga buah kalimat.
  • Quatrain (sajak empat seuntai), artinya setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat.
  • Quint (sajak lima scuntai), artinya setiap baitnya terdiri atas lima bariss.
  • Sektet (sajak enam seuntai), artinya terdiri atas enam buah kalimat dalam setiap baitnya.
  • Septima (sajak tujuh seuntai), artinya setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat.
  • Stanza (sajak delapan seuntai), artinya terdiri atas delapan kalimat.
  • Soneta (sajak empat belas seuntai), artinya sajak yang terdiri atas empat bait (2 bait pertama masing-masing terdiri atas empat baris, 2 bait terakhir masing-masing terdiri atas 3 baris.
  • Puisi bebas, yaitu puisi yang tidak terikat oleh beberapa aturan khusus, yaitu jumlah baris setiap bait, jumlah suku kata setiap baris, sajak, irama, rima, dan pilihan kata (diksi).[7]

Isi[sunting | sunting sumber]

  • Balada adalah puisi yang berisi kisah orang-orang perkasa, idola, atau orang-orang yang menjadi pusat perhatian.[8] Balada ditulis sepanjang 3 bait. Masing-masing bait terdiri dari 8 baris. Pola rima awal yang digunakan dalam balada ialah a-b-a-b-b-c-c-b. Setelahnya, pola rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Pada bait pertama di baris terakhir digunakan pengulangan baris dalam bait-bait selanjutnya.[9]
  • Himne adalah puisi yang berisi pemujaan. Tokoh yang umum dipuja di dalam ode yaitu Tuhantanah air, atau pahlawan.[10]
  • Ode adalah puisi penghormatan atas jasa seseorang. Isi dari ode adalah sanjungan atau pujian terhadap seseorang, sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Tokoh yang diceritakan di dalam ode merupakan tokoh-tokoh yang dikagumi oleh masyarakat luas.[11] Gaya bahasa dan nada yang digunakan bersifat resmi. Bunyi yang disajikan dalam pembacaannya sangat anggun. Kandungan isi di dalam himne membahas tentang sesuatu yang mulia.[12]
  • Epigram adalah puisi yang berisi pedoman hidup.[11]
  • Roman adalah puisi yang memberikan perasaan cinta kasih. Penulisan roman menggunakan bahasa yang romantis. Cerita yang disampaikan di dalam roman berupa percintaan yang berhubungan dengan pertentangan dan petualangan kesatria. Kehidupan kesatria diungkapkan secara mempesona.[13] Dalam roman, kehidupan tokoh diceritakan secara lengkap dari masa kecil hinga akhir hayatnya.[14]
  • Elegi adalah puisi yang berisi perasaan sedih akibat duka yang diratapi.[15]
  • Satire adalah puisi yang isinya mengandung sindiran atau kritik. Pesan yang ingin diungkapkan didalam satire ialah ketidakpuasan penyair terhadap suatu keadaan. Pengungkapan perasaan dilakukan dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan baru yang berkebalikan dengan keadaan yang sebenarnya.[16]
  • Puisi esai adalah perpaduan antara dua jenis pemikiran yaitu puisi dan esai.[17] Gagasan mengenai puisi esai pertama kali dikemukakan oleh Denny Januar Ali dan diwujudkannya pada tahun 2012 melalui buku berjudul Atas Nama Cinta.[18] Sebuah karya tulis dapat disebut sebagai puisi esai apabila telah memenuhi empat kriteria, yaitu sisi batin dan sisi kehidupan kemanusiaan tokoh utama tergambar dengan jelas, tata bahasanya indah dan mudah dipahami, pengalaman batin dan fakta sosial dikemukakan melalui catatan kaki dan menyajikan data dan fakta sosial yang mampu membuat pembaca memahami kondisi tokoh utama dalam cerita.[19]

Referensi

Puisi lama

 

Puisi lama

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Puisi lama adalah puisi yang penulisannya masih terikat oleh peraturan tertentu. Aturan di dalam puisi lama berkaitan dengan jumlah kata atau suku kata dalam tiap baris, jumlah baris yang terdapat dalam tiap bait, serta rima, dan irama.[1] Jenis puisi lama yaitu mantrapantunkarminaselokagurindamsyair dan talibun.[2]

Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]

Puisi lama umumnya merupakan puisi rakyat yang nama penulisnya anonim. Penulisan puisi lama masih mengikuti aturan-aturan yang jelas dan tidak dapat diubah. Aturan ini berhubungan dengan penentuan jumlah suku kata dalam tiap baris, jumlah baris pada tiap bait, dan penggunaan sajak. Gaya bahasa pada puisi lama menggunakan majas dan sifatnya tetap serta klise. Kandungan isi dalam puisi lama menceritakan tentang sejarah kerajaan, kemegahan istana dan kehidupan di dalamnya, serta kejadian-kejadian ajaib.[3] Selain itu, puisi lama merupakan salah satu jenis sastra lisan yang disampaikan secara turun-temurun sehingga bersifat anonim (tanpa pengarang) dan terkesan kaku karena harus mengikuti aturan persajakannya.[4]

Jenis[sunting | sunting sumber]

Mantra[sunting | sunting sumber]

Salah[pranala nonaktif permanen] satu mantra yang digunakan di dalam sekolah Hindu yang beraliran Hare Krishna.

Penulisan mantra berbentuk bait dengan keberadaan rima yang tidak menentu. Mantra lebih mengutamakan irama dibandingkan rima. Bahasa yang digunakan di dalam mantra adalah metafora dan dianggap memiliki kekuatan sihir atau doa.[4] Mantra hanya boleh diucapkan atau dibacakan oleh pawang atau dukun. Penggunaan utama dari mantra adalah untuk mencegah terjadinya bencana. Penggunaan mantra merupakan bagian dari budaya Indonesia. Dalam masyarakat Melayu, mantra digunakan untuk keperluan adat dan kepercayaan mistis dan jarang digunakan sebagai karya sastra.[5]

Pantun[sunting | sunting sumber]

Pantun adalah puisi lama yang tiap baitnya terdiri atas empat baris. Setiap barisnya terdiri atas 8–12 suku kata. Bari di dalam pantun terbagi menjadi sampiran dan isi. Sampiran berada di baris pertama dan baris kedua, sedangkan isi berada di baris ketiga dan baris keempat. Pola sajak pada pantun adalah a-b-a-b. Pantun memperhatikan penggunaan rima. Kalimat pertama dan kalimat ketiga mempunyai bunyi akhir yang sama. Kalimat kedua dan keempat juga memiliki bunyi akhir yang sama.[6]

Seloka[sunting | sunting sumber]

Seloka adalah pantun yang mempunyai beberapa bait saling sambung-menyambung. Nama lain dari seloka adalah pantun berkait atau pantun berantai. Baris pertama dan ketiga pada bait kedua menggunakan isi yang sama dengan baris kedua dan keempat dari bait pertama. Pola ini digunakan secara terus-menerus pada bait berikutnya.[7] Kata "seloka" merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu sloka. Seloka merupakan salah satu jenis puisi Melayu klasik yang berisikan pepatah atau perumpamaan. Pesan yang disampaikan di dalam seloka dapat berupa candaan, sindiran atau ejekan. Seloka umumnya ditulis dalam bentuk pantun atau syair dengan empat baris. Selain itu, ada juga seloka yang ditulis lebih dari empat baris.[8]

Gurindam[sunting | sunting sumber]

Gurindam adalah salah satu jenis puisi yang memadukan antara sajak dan peribahasa. Jumlah baris pada gurindam hanya dua dengan rima a-a. Gurindam berisi ajaran yang berkaitan dengan budi pekerti dan nasihat keagamaan. Baris pada gurindam disebut sebagai syarat dan akibat. Syarat merupakan baris pertama dan akibat sebagai baris kedua.[9] Baris pertama membahas tentang persoalan, masalah atau perjanjian, sedangkan baris kedua memberitahukan jawaban atau penyelesaian dari bahasan pada baris pertama.[10]

Talibun[sunting | sunting sumber]

Talibun adalah pantun yang memiliki susunan genap antara enam hingga sepuluh baris. Pada talibun, tiap bait dibagi menjadi sampiran dan isi. Pembagian baris sampiran dan baris isi ditentukan oleh jumlah baris keseluruhan yang kemudian dibagi menjadi dua.[7] Talibun umumnya digunakan dalam acara berbalas pantun sebagai pengganti pantun empat larik seuntai. Penggunaan talibun di dalam acara berbalas pantun memudahkan pengungkapan gagasan dalam bentuk dialog.[11]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Ahyar 2019, hlm. 35.
  2. ^ Ahyar 2019, hlm. 35-36.
  3. ^ Ahyar 2019, hlm. 36.
  4. Lompat ke:a b Widyananda, Rakha Fahreza (04 September 2020). "Mengenal Macam-macam Puisi Lama Beserta Contohnya, Menambah Wawasan Semua Halaman"merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-21.
  5. ^ Sumaryanto 2010, hlm. 9-10.
  6. ^ Kosasih 2008, hlm. 9.
  7. Lompat ke:a b Kosasih 2008, hlm. 11.
  8. ^ Sumaryanto 2010, hlm. 13.
  9. ^ Kosasih 2008, hlm. 13.
  10. ^ Sumaryanto 2010, hlm. 11.
  11. ^ Sumaryanto 2010, hlm. 36.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  1. Ahyar, Juni (Oktober 2019). Apa Itu Sastra: Jenis-Jenis Karya Sastra dan Bagaimanakah Cara Menulis dan Mengapresiasi Sastra (PDF). Yogyakarta: Deepublish. ISBN 978-623-02-0145-5.
  2. Kosasih, E. (2008). Apresiasi Sastra Indonesia (PDF). Jakarta: Nobel Edumedia. ISBN 978-602-8219-57-0.
  3. Sumaryanto (2010). Mengenal Puisi dan Syair. Semarang: PT. Sindur Press. ISBN 978-979-067-054-9.

Puisi baru

 

Puisi baru

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Puisi baru adalah jenis puisi yang tidak terlalu terikat kepada ketentuan jumlah barissuku kata maupun rima. Bentuk puisi baru lebi bebas bila dibandingkan dengan puisi lama.[1] Puisi baru terbentuk di dalam masyarakat baru yang telah mengalami akulturasi budaya.[2] Puisi baru masih mempertahankan penggunaan iramabunyi dan isi di dalam penulisan puisi. Bentuk puisi lama yang disesuaikan dengan puisi baru ialah pantun yang menggunakan irama pada baris pertama dan penyampaian pikiran pada dua bari berikutnya.[3]

Perkembangan[sunting | sunting sumber]

Puisi baru lahir dari masyarakat baru yang memiliki percampuran kebudayaan timur dan kebudayaan barat. Percampuran budaya ini terjadi akibat interaksi sosial dan hubungan internasional yang terjadi antara kedua kebudayaan. Dalam prosesnya, kebudayaan barat memberikan pengaruh terhadap kebudayaan timur. Pengaruh ini berkaitan dengan perubahan pikiran dan anggapan masyarakat terhadap keberadaan adat. Perubahan pola pikir di dalam masyarakat kemudian menciptakan masyarakat baru yang tidak terlalu terikat dengan aturan adat. Masyarakat baru kemudian membentuk kebudayaan baru termasuk kesusastraan. Pembentukan kesusastraan baru kemudian menciptakan berbagai jenis puisi baru.[2]

Ciri khas[sunting | sunting sumber]

Penulisan puisi baru berkembang secara lisan dan tulisan sehingga nama penulis puisinya telah dicantumkan di tiap penulisannya. Puisi baru tidak terikat oleh berbagai aturan-aturan seperti rima, jumlah baris dan suku kata serta menggunakan majas yang dinamis atau berubah-ubah. Isi puisi baru berkaitan tentang kehidupan dan penyampaiannya memakai sajak pantun dan syair. Penulisan puisi baru memiliki bentuk yang lebih rapi dan simetris serta memiliki rima akhir yang teratur. Tiap barisnya disusun dengan kesatuan sintaksis.[4] Di Indonesia, sastrawan angkatan pujangga baru mulai menggunakan puisi baru sebagai acuan karya-karyanya. Revolusi karya yang diusung adalah modernisasi dengan perbandingan sebagai bahasa kiasan yang dominan, diksi yang digunakan sangat indah, hubungan antar kalimat sangat jelas tidak menimbulkan makna ganda (ambigu) dan mengekspresikan perasaan atau pelukisan alam yang tentram.[5]

Unsur[sunting | sunting sumber]

  • Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi.
  • Larik atau baris mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frasa, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata pada sebuah larik biasanya empat buah, tapi pada puisi baru tidak ada batasan.
  • Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis.
  • Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) merupakan bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Irama (ritme) berbentuk pergantian tinggi rendahnya bunyi, panjang pendek bunyi dan keras lembut ucapan bunyi.
  • Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
  • Rima adalah persamaan atau pengulangan bunyi.
  • Irama sama dengan rima. Irama diartikan sebagai alunan yang terjadi karena pengulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi.[6]

Jenis[sunting | sunting sumber]

Bentuk[sunting | sunting sumber]

  • Distikon (sajak dua seuntai), artinya sajak yang terdiri atas dua baris kalimat dalam setiap baitnya.
  • Terzina (sajak tiga seuntai), artinya setiap baitnya terdiri alas tiga buah kalimat.
  • Quatrain (sajak empat seuntai), artinya setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat.
  • Quint (sajak lima scuntai), artinya setiap baitnya terdiri atas lima bariss.
  • Sektet (sajak enam seuntai), artinya terdiri atas enam buah kalimat dalam setiap baitnya.
  • Septima (sajak tujuh seuntai), artinya setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat.
  • Stanza (sajak delapan seuntai), artinya terdiri atas delapan kalimat.
  • Soneta (sajak empat belas seuntai), artinya sajak yang terdiri atas empat bait (2 bait pertama masing-masing terdiri atas empat baris, 2 bait terakhir masing-masing terdiri atas 3 baris.
  • Puisi bebas, yaitu puisi yang tidak terikat oleh beberapa aturan khusus, yaitu jumlah baris setiap bait, jumlah suku kata setiap baris, sajak, irama, rima, dan pilihan kata (diksi).[7]

Isi[sunting | sunting sumber]

  • Balada adalah puisi yang berisi kisah orang-orang perkasa, idola, atau orang-orang yang menjadi pusat perhatian.[8] Balada ditulis sepanjang 3 bait. Masing-masing bait terdiri dari 8 baris. Pola rima awal yang digunakan dalam balada ialah a-b-a-b-b-c-c-b. Setelahnya, pola rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Pada bait pertama di baris terakhir digunakan pengulangan baris dalam bait-bait selanjutnya.[9]
  • Himne adalah puisi yang berisi pemujaan. Tokoh yang umum dipuja di dalam ode yaitu Tuhantanah air, atau pahlawan.[10]
  • Ode adalah puisi penghormatan atas jasa seseorang. Isi dari ode adalah sanjungan atau pujian terhadap seseorang, sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Tokoh yang diceritakan di dalam ode merupakan tokoh-tokoh yang dikagumi oleh masyarakat luas.[11] Gaya bahasa dan nada yang digunakan bersifat resmi. Bunyi yang disajikan dalam pembacaannya sangat anggun. Kandungan isi di dalam himne membahas tentang sesuatu yang mulia.[12]
  • Epigram adalah puisi yang berisi pedoman hidup.[11]
  • Roman adalah puisi yang memberikan perasaan cinta kasih. Penulisan roman menggunakan bahasa yang romantis. Cerita yang disampaikan di dalam roman berupa percintaan yang berhubungan dengan pertentangan dan petualangan kesatria. Kehidupan kesatria diungkapkan secara mempesona.[13] Dalam roman, kehidupan tokoh diceritakan secara lengkap dari masa kecil hinga akhir hayatnya.[14]
  • Elegi adalah puisi yang berisi perasaan sedih akibat duka yang diratapi.[15]
  • Satire adalah puisi yang isinya mengandung sindiran atau kritik. Pesan yang ingin diungkapkan didalam satire ialah ketidakpuasan penyair terhadap suatu keadaan. Pengungkapan perasaan dilakukan dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan baru yang berkebalikan dengan keadaan yang sebenarnya.[16]
  • Puisi esai adalah perpaduan antara dua jenis pemikiran yaitu puisi dan esai.[17] Gagasan mengenai puisi esai pertama kali dikemukakan oleh Denny Januar Ali dan diwujudkannya pada tahun 2012 melalui buku berjudul Atas Nama Cinta.[18] Sebuah karya tulis dapat disebut sebagai puisi esai apabila telah memenuhi empat kriteria, yaitu sisi batin dan sisi kehidupan kemanusiaan tokoh utama tergambar dengan jelas, tata bahasanya indah dan mudah dipahami, pengalaman batin dan fakta sosial dikemukakan melalui catatan kaki dan menyajikan data dan fakta sosial yang mampu membuat pembaca memahami kondisi tokoh utama dalam cerita.[19]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Suswandari dan Hatmo 2008, hlm. 31.
  2. Lompat ke:a b Junus, A. M., dan Junus, A. F. (2016). Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia (PDF). Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar. hlm. 19. ISBN 978-602-6883-06-3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-03-31. Diakses tanggal 2020-12-23.
  3. ^ Sumaryanto (2010). Mengenal Pantun dan Syair. Semarang: PT Sindur Press. hlm. 23. ISBN 978-979-067-054-9.
  4. ^ Ahyar 2019, hlm. 37-38.
  5. ^ Basrowi, M. (2020-10-05). Sastrawan Angkatan Pujangga Baru. Semarang: Alprin. hlm. 5. ISBN 978-623-263-580-7.
  6. ^ Utari, Wa Ode (2017-05-19). "KEMAMPUAN MENULIS PUISI BARU SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 KABAWO"JURNAL HUMANIKA3 (15): 3. ISSN 1979-8296.
  7. ^ Rohmah, Rina Ari (2020-11-12). Puisi Baru. Riau: CV. Karoteh Utama. hlm. 5. ISBN 978-623-91909-5-8.
  8. ^ Suswandari dan Hatmo 2018, hlm. 31.
  9. ^ Ahyar 2019, hlm. 36.
  10. ^ Suswandari dan Hatmo 2008, hlm. 33.
  11. Lompat ke:a b Suswandari dan Hatmo 2008, hlm. 34.
  12. ^ Ahyar 2019, hlm. 36-37.
  13. ^ Suswandari dan Hatmo 2008, hlm. 35.
  14. ^ Warsiman (2017). Pengantar Pembelajaran Sastra. Malang: Universitas Brawijaya Press. hlm. 132. ISBN 978-602-432-007-2.
  15. ^ Suswandari dan Hatmo 2008, hlm. 36.
  16. ^ Suswandari dan Hatmo 2008, hlm. 37.
  17. ^ Jurnal Sajak (2013). Puisi Esai: Kemungkinan Baru Puisi Indonesia. Depok: PT Jurnal Sajak Indonesia. hlm. 3. ISBN 978-602-17438-2-9. [pranala nonaktif permanen]
  18. ^ Narudin (2017). Membawa Puisi ke Tengah Gelanggang: Jejak dan Karya Denny JA. Jakarta Selatan: Insiprasi.co Book Project (PT Cerah Budaya Indonesia). hlm. xiii.
  19. ^ Rasiah, dkk. (2018). Mengenal Puisi Esai. Cerah Budaya Indonesia. hlm. 10. ISBN 978-602-5896-26-2.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  1. Suswandari, M., dan Hatmo, K. T. (2008). Ontologi Puisi (PDF). Kebumen: CV. Intishar Publishing. ISBN 978-602-5692-57-4.
  2. Ahyar, Juni (2019). Apa Itu Sastra: Jenis-Jenis Karya Sastra dan Bagaimanakah Cara Menulis dan Mengapresiasi Sastra (PDF). Sleman: Deepublish. ISBN 978-623-02-0145-5.